Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info

Kamis, 03 Oktober 2013

METODE TAKHRIJ




1.  Pendahuluan
Hadis Rasulullah SAW, adalah merupakan sumber  ajaran Islam yang sangat penting sesudah Al qur’an, ia bukan saja merupakan ungkapan-ungkapan, pesan-pesan serat tindakan-tindakan yang lahir dari seorang nabi dan rasul, tapi ia juga merupakan penjelas terhadap isi kandungan sumber hukum Islam yang pertama yaitu Al qur’an yang masih bersifat universal dan global.
Sebagai penjelas dan penerang isi kandungan Al qur’an, keberadaan hadis mempunyai  peranan yang sangat penting, terutama dalam menjelaskan tata cara pelaksanaan ibadah secara terperinci, seperti shalat, zakat, puasa, haji dan lain-lainnya, akan tetapi tidak semua hadis yang berkaitan dengan ayat-ayat tertentu dapat dijadikan sebagai penjelasnya, kerena ditemukan tidak sedikit hadis-hadis palsu yang sengaja dimunculkan perawi-perawi yang tergolong pendusta dan berakhlak tidak terpuji, maka dari itu, keberadaan hadis yang dapat dijadikan pegangan harus pasti keakuratan dan keshahihan serta kemurniannya.
Penggunaan hadis yang tidak jelas asal usulnya dalam rangka  menjelaskan atau menafsirkan ayat-ayat Al qur’an akan melahirkan ketetapan-ketetapan hukum yang keliru, yang sudah pasti akan membawa dampak negatrif dalam kehidupan ummat, kerena besar kemungkinan ketetapan hukum itu  tidak sesuai dengan kehendak Allah yang sebenarnya.
Sebagai tindakan antisipatif para ulama hadis telah berhasil menghimpun dan menyusun  berbagai macam bentuk kitab-kitab hadis dan berusaha menemukan hadis-hadis yang murni dari Rasulullah SAW, melalui sanad-sanad  (rangkayan para periwayat) yang adil dan terpercaya, Proses dengan cara-cara tertentu untuk  menemukan hadis-hadis yang menggunakan kitab-kitab hadis yang bermacam-macam itu disebut dengan istilah “takhrij hadits” melalui car-cara Takhrij Al Hadits ini, akan ditemukan  hadis-hadis dalam berbagai macam tingkat kualitas dan bentuknya, sesuai dengan kebutuhan.
Untuk itu, bagian  ini akan mencoba menyampaikan beberapa aspek penting yang berkaitan dengan Takhrij  Al-Hadis.
2.  METODE TAKHRIJ

Dalam uraian ini akan kita bahas tentang hal-hal yang berkenaan dengan takhrij, yang antara lain adalah;
a. Pengertian.
Kata Takhrij adalah  bentuk masdar dari kata kharraja, yukharriju, takhriijan.  Kata ini merupakan bentuk imbuhan yang menurut bahasa berarti keluar, dari kata kerja ini diberi tambahan menjadi Akhraja (timbangan bunyi : ﺃﻔﻌﻝ ) dan kharraja ( timbangan bunyi : ﻔﻌﻝ ). Kedua kata yang telah diberi tambahan atau imbuhan itu akan membawa perubahan arti dari keluar menjadi mengeluarkan.[1]
Kedua kata itu dapat dipakai secara  sinonim. selain itu kata takhrij menurut bahasa juga berarti “اجتماع امرين فى شيئ واحد  / ijtimaul amraini fi syai in waahidin” yang artinya; bertemu dua hal yang bertentangan pada sesuatu yang satu.[2]
Selain itu takhrij juga berarti : 1. Al-Istinbat (mengeluarkan), 2. At Tadrib (melatih atau membiasakan), 3. al-Taujih (memperhadapkan).[3]
Menurut kamus al-munjid fi al-lugah, kata takhrij berarti menjadikan sesuatu keluar dari tempatnya, menjelaskan masalah, mengetahui tempat keluar sesuatu.[4]
Sedangkan takhrij menurut istilah para ahli hadis adalah :
1. Mahmud At Thahan,  takhrij adalah
ﺍﻠﺪﻻﻠﺔﻋﻝﻤﻮﻀﻊﺍﻠﺤﺪﻴﺚﻔﻰﻤﺼﺎﺪﺮﻩﺍﻷﺼﻠﻴﺔﺍﻠﺘﻰﺃﺨﺮﺟﺘﻪﺒﺴﻨﺪﻩ ﺜﻢﺑﻴﺎﻦﻤﺮﺘﺒﺘﻪﻋﻨﺪﺍﻟﺤﺎﺠﺔ
Takhrij adalah petunjuk jalan ketempat letak hadis pada sumber-sumber yang orisinil takhrijnya berikur sanadnya kemudian menjelaskan martabat hadis bila perlu.[5]
2. ibnu Ash-Shalah, takhrij adalah sama dengan ikhraj, yaitu menjelaskan asal-usul dan tempat keluar hadis kepada masyarakan dengan jalan menyebutkan orang-orang yang telah meriwayatkan  hadis tersebut keluar atau diterima oleh mukharrijnya.[6]
3.  T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Takhrij adalah mengeluarkan hadis-hadis yang terdapat dalam sebagian  kitab menukilkan hadis tersebut tanpa menerangkan nilai-nilai hadis itu. Selanjutnya takhrij itu dapat pula berarti nilai-nilai hadis yang populer dimasyarakat, apakah ia shahih, hasan atau dha’if.[7]
Dan menurut  ahli hadis yang lain defenisikan takhrij adalah  :
  1. Takhrij berarti sama dengan ikhraj, yaitu mengemukakan hadis kepada orang lain dengan menyebutkan tempat pengambilannya, misalnya ; hadis itu ditakhrij oleh bukhari, artinya bukhari meriwayatkan suatu hadis dengan menyebutkan tempat keluarnya.
  2. Takhrij berarti mengeluarkan hadis  dan meriwayatkannya dari isi kitab-kitab. Artinya ahli hadis mengeluarkan hadis dari guru-gurunya atau kitab-kitab dan lain sebagainya, lalu dikatakan dari periwayatan dirinya, atau dari sebaian gurunya, dari teman-temannya  atau dari yang lain, contohnya : seorang muhadis  mengeluarkan hadis-hadis dari kitab-kitab hadis, kemudian disusun redaksi kalimat dengan susunan sendiri, susunan gurunya, atau teman-temannya, kemudian hadis-hadis itu dibicarakan lalu disandarkan kepada penyusun atau pengarangnya.
  3. Takhrij berarti ad-dalalah, artinya menunjukkan sumber asli  suatu hadis serta menyebutkan orang yang meriwayatkannya.[8]



Dari beberapa defenisi tersebut diatas dapat disimpukan bahwa takhrij itu adalah :
1. Menunjukkan letak hadis dalam sumber-sumber aslinya.
2. Menerangkan ragkaian sanad, dan
3. Menjelaskan nilai hadis bila perlu.[9]
Adapun pengertian takhrij yang digunakan untuk maksud penelitian adalah “ penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang didalam sumber itu dikemukakan  sacara lengkap matan dan sanad hadis  yang bersangkutan ”. [10]

b. Tujuan dan Faedah takhrij
          Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang  harus  mendapat perhatian serius karena didalamnya  dibicarakan  berbagai kaedah agar sumber dan kualitas hadis dapat diketahui dengan baik dan benar.
            Takhrij hadis bertujuan antara ;lain;
  1. Sumber asal hadis yang ditakhrij
  2. Mengetahui ditolak atau diterimanya hadis tersebut
  3. Dapat diketahui mana hadis-hadis yang  pengutipannya memperhatikan kaedah-kaedahulumul hadis yang berlaku.
Faedah takhrijul hadis
1.     dapat diketahui banyak sedikitnya jalur periwayatan hadis yang diteliti
2.     diketahui kuat dan tidaknya periwayatan akan dapat menambah kekuatan riwayat, dan sebaliknya
3.     dapat ditemukan status hadis  shahih li dzatti, atau shahih li ghairih, hasan li dzatih atau hasan li ghairih, dan dapat pula diketahui istilah hadis mutawatir, masyhur, aziz, dan gharibnya.
4.     Memberikan kemudahan bagi orang yang ingin mengamalkan hadis tersebut setelah mengetahuinya maqbul atau mardud
5.     Menguatkan  keyakinan bahwa hadis yang diteliti itu benar-benar berasal dari Rasulullah Saw, karena adanya bukti kuat  baik dari segi matan maupun dari segi sanad.[11]
c. Sebab-sebab Perlunya Kegiatan Takhrij Al Hadis

Bagi seorang peneliti hadis, kegiatan takhrijul hadis sangatlah penting, tanpa dilakukan kegiatan takhrijul hadis lebih dahulu, maka akan sulit mengetahui asal –usul riwayat hadis yang akan diteliti. Berbagai riwayat yang telah meriwayatkan hadis itu, dan ada atau tidak adanya korroborasi (syahid atau mutabi’ ) dalam sanad bagi hadis yang akan diteliti, dengan demikian minimal ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrijul hadis dalam melaksanakan penelitian hadis, ketiga hal tersebut adalah :


  1. Untuk mengetahui asal-usul hadis yang akan diteliti
Suatu hadits akan sangat sulit diteliti  status dan kualitasnya bila terlebih dahulu tidak diketahui  asal-usulnya, tanpa diketahui asal-usulnya maka sanad dan matan hadis yang bersangkutan sangat sulit diteliti secara cermat, untuk mengetahui bagaimana asal-usul hadis yang akan diteliti itu, maka kegiatan takhrij ini sangat perlu dilakukan terlebih dahulu.
2.  Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti
Hadis yang aakan diteliti mungkin memiliki lebih dari satu sanad, mungkin saja salah satu sanad hadis itu berkualitas daif, sedangkan yang lain berkualitas sahih, untuk dapat menentukan sanad yang berkualitas da’if dan sanad yang berkualitas sahih, mka terlebih dahulu harus diketahui seluruh riwayat hadis yang bersangkutan, dalam hubungannya dengan mengetahui seluruh riwayat hadis yang akan diteliti maka kegiatan takhrij perlu dilakukan.
3.   Untuk mengetahui ada atau tidak adanya syahid atau mutabi’pada sanad yang  diteliti.
Ketika hadis deteliti salah satu sanadnya, mungkin ada periwayat lain yang sanadnya mendukung  pada sanad yang sedang diteliti, dukungan (coroboration) itu bila terletak pada periwayat pertama, yakni tingkat sahabat nabi, disebut dengan syahid, sedang bila terdapat dibagian bukan periwayat tingkat sahabat disebut mutabi’. Dalam penelitian sebuah sanad, syahid yang didukung oleh sanad kuat dapat memperkuat sanad yang sedang diteliti, begitu pula mutabi’ yang memiliki sanad yang kuat, maka sanad yang sedang diteliti akan dapat ditingkatkan kekuatannya oleh mutabi’ tersebut, untuk mengetahui, apakah suatau sanad memiliki syahid atau mutabi’, maka seluruh sanad hadis itu harus dikemukakan, itu berarti takhrijul hadis harus dilakukan terlebih dahulu, tanpa kegiatan takhrijul hadis  tidak dapat diketahui secara pasti seluruh sanad untuk hadis yang sedang diteliti.[12]


d. Sejarah Perkembangan Ilmu Takhrij Al hadis

            Ilmu takhrij pada mulanya hanyalah  berupa tuturan kata-kata yang belum tertulis menjadi sebuah kitab, para ulama dimasa lalu, dalam mengutip hadis-hadisnya tidak pernah menjelaskan  dari mana hadis itu  dikeluarkan dan bagaimana kualitasnya, sedangkan menurut al-thahan, pada mulanya ilmu takhrij tidak dibutuhkan oleh para ulama masa lalu seperti pada masa sahabat, kerena penguasaan hadis  mereka sangat kuat, ulama ketika hendak membuktikan kemurnian dan keakuratan  sebuah hadis pada masa itu langsung dapat menjelaskan sumbernya dalam kitab-kitab sanad aslinya.[13]
Keadaan seperti itu berlangsung beberapa abad lamanya sampai terbatasna waktu bagi para ulama dan peminat hadis untuk menelaah kitab-kitab sunnah, mereka mengalami kesulitan untuk menetahui letak hadis yang dijadikan penguat dalam menyusun kitab-kitab ilmu syari’ah dan lmu-ilmu lainnya seperti fiqh, tafsir, sejarah dan lain-lain maka diantara mereka timbul semangat untuk saing membantu untuk mentakhrij hadis-hadis dalam kitab-kitab sunnah yang asli, sehingga dapat diketahui bahwa sebagian isi kitab itu ada yang shahih dan dha’if  berdasarkan ketentuan yang berlaku, sejak peristiwa itu mulailah muncul suatu ilmu yang disebut dengan takhrij al hadis.
Ulama yang pertama melakukan takhrij  menurut sejarahnya adalah Al Katib Al Bagdadi (w, 463 H/1070 M), kemudian Muhammad  bin Musa al hazimi al syafi’iy (w, 584 H/1188 M)dengan karyanya “ Takhrij alhadis al mahazzab “. [14]
Langkah-langkah takhrij yang dilakukan  ulama hadis tahap awal  ini  baru sebatas mengisnadkan hadis, maksudnya mereka meneliti dan bersikap sangat hait-hati dalam menrima suatu riwayat, memeriksa salah benarnya suatu hadis yang diterima dari ahlinya, lalu mengkeritik perawinya  serta menerangkan perihal mereka, baik kejujuran maupun kedustaannya, selanjutny membuat kaedah tahdis dan ushulnya, syarat menerima atau menolak suatu riwayat, syarat hadis yang tergolong maudhu’ .
Priode selanjutnya, sekitar abad ke (4-7 H/10-13 M) kegiatan takhrij berupa perbaikan susunan ktab-kitan hadis yang sudah ada. Kitab-kitab jami’  tentang hadis sudah mulai disusun, demikian pula kitab-kitab istidrak dan istikhraj, kemudian sekitar abad (8-11 H/14-16 M), muncul kitab-kitab takhrij yang sangat besar mamfaatnya  dalam rangka mengeluarkan hadis-hadis  dari sumber-sumber aslinya, kitab-kitab tersebut antara lain adalah :
  1. Takhrij ahadis al mukhtasar al kabir, karangan ibnu al hajib diususun oleh Muhammad  bin ahmad ‘abdu al Hadi al Maqsdisi (744 H/1330 M)
  2. Nasbu al rayah li ahadits al hidayah, karangan Al Margnany disusun oleh Yusuf al zaila’i ( 762 H/1369 M)
  3. Takhrij ahdis al Kasysyaf , oleh al Zamakhsari disusun juga oleh Al Zaila’i
Dan lain-lain.[15]
Telah banyak kitab-kitab Takhrij yang disusun oleh para  ulama-ulama hadis, yang walaupun masih ada terdapat kitab-kitab yang belum memberikan petunjuk-petunjuk secara sistematis bagaimana cara melakukan praktik takhrij, namun pada abad terahir ini telah muncul kitab-kitab takhrij yang berhasil disusun oleh para ahli hadis yang tergolong sistematis, seperti kitab Ushul at takhrij wa dirasah  al asanid, oleh DR Muhammad At Thahan (1398 H/1978 M), kitab  Turuq  takhrij hadits rasuli shalla Allahu  ‘alaihi  wa sallama, oleh Abu  Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul  Qadir bin Abdul Hadi (1408 H/ 1987 M) dan kitab-kitab takhrij lainnya.

e.  Metode MetodeTakhrij Serta Kelebihan dan Kekurangannya Masing-Masing
Dalam mentakhrij hadis ada beberapa metode yang telah dikemukakan oleh para ahli hadis ;
1. Dr.M.  Syuhudi Ismail menyebutkan secara umum ada dua cara mentakhrij hadis yaitu :
a. Takhrij Al Hadis bi Al-Alfaz, yakni upaya pencarian hadis-hadiis pada kitab-kitab, dengan cara menelusuri matan hadis yang bersangkutan berdasarkan lafal atau lafaz-lafaz dari hadis yang dicari.
b. Takhrij Al Hadis bi Al Mawdhu’, yakni upaya mencari hadis pada kitab-kitab hadis berdasarkan topik masalah yang dibahas oleh sejumlah matan hadis, [16]
2. Prof.Dr.H Said Agil Husin Al Munawwar,M.A,[17] dalam buku beliau Al-Qur’an  Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, dan Prof. Dr. Muhaimin, MA[18].mengutip dari pendapat Dr Mahmud At Thahan, dalam buku Ushul al-Takhrij Wa Dirasat Al Asanid, menyebutkan untuk melakukan takhrij dapat ditempuh dengan salah satu metode dari lima metode berikut ini;
a. Metode Takhrij Melalui Pengetahuan Tentang Nama Sahabat Perawi Hadis
Metode ini hanya digunakan bilamana nama sahabat itu tercantum pada hadis yang akan ditakhrij , apabila nama sahabat tersebut tidak tercantum dalam hadis itu dan tidak dapat diusahakan untuk mengetahuinya, maka sudah barang tentu metode ini tidak dapat digunakan.
Apabila nama sahabat tercantum pada hadis tersebut, atau tidak tercantum tetapi dapat diusahakan dengan cara tertentu, , maka metode ini dapat digunakan.
Kitab-kitab yang membantu  dalam penggunaan metode ini, ada tiga macam, yaitu ;
1. Kitab-kitab Musnad.
2. Kitab-kitab Mu’jam dan
3. Kitab-kitab athraf
~ Kitab Musnad, adalah kitab-kitab yang disusun berdasarkan urutan nama-nama  sahabat, sesuai dengan kedahuluannya masuk Islam atau nasabnya, dalam kitab ini hadis-hadis para sahabat dikumpulkan secara tersendiri.
Kitab-kitab musnad yang ditulis oleh para ahli hadis jumlahnya sangat banyak sekali, menurut al thahan jumlahnya mencapai 100 kitab musnad atau lebih, diantaranya;
·       Musnad ahmad ibnu hambal
·       Musnad Abu Bakar Abdullah ibnu Zubair al Humaidi  
·       Musnad abu Daud Sulaiman bin Daud al Tayalisi
·       Musnad Nu’aim bin Hamad, dan lain-lain.
~ Kitab Mu’jam ialah kitab yang didalamnya tersusun hadis-hadis musnad- sahabat, guru-gurunya, negeri dan seterusnya, dan nama-nama itu biasanya disusun secara alfabet, diatara kitab-kitab mu’jam yang terkenal;
·       Al Mu’jam al kabir karya Abu al Qasim Sulaiman bin Ahmad At Tabrani, yang didalamnya memuat 60.000 hadis
·       Al Mu’jam  Al Ausath juga karya Abu Qasim Sulaiman bin Ahmad At Thabrani, yang didalamnya memuat 30.000 hadis.
·       Al Mu’jam Al Shaghir juga karya Abu Qaism.
·       Mu’jam Al Shahabah karya Ahmad bin Ali al Hamdani
·       Mu’jam Al Shahabah karya Abu Ya’la. Dan lain-lain
~Kitab Al Atraf, adalah kitab hadis dimana penyusunnya membatasi diri hanya menyebutkan permulaan hadis untuk mengidintifikasikan bunyi selanjutnya, sistimatika kitab biasanya mengikuti musnad sahabat, secara alfabet. Dimulai dari hadis-hadis sahabat yang diawali namanya dengan  alif  kemudian  ba  dan seterusnya. Kitab-kitab ini yang terkenal diantaranya adalah ;
·        Atraf Al Shahibain karya Abu Mas’ud Ib rahim ibnu Muhammad ad  Dimasyqi
·        Atraf al Shahibain, karya Abu Muhammad khalaf bin Muhammad al Wasiti
·        Al Israf ‘Ala Ma’rifah al Atraf, karya Abu Qasim ‘Ali bin Al Hasan yang disebut ibnu asakir al dimasyqi.
·        Tuhfah Al Asrafbi Ma’rifati al al atraf /Atraf al Kutub al sittah, karya Abu Hajjaj  Yusuf ‘Abdu Al rahmah Al Mizi. Dan lain-lain.

Kelebihan metode ini antara lain adalah;
  1. mudah menghafal dan mengingat hadis-hadis yang  diriwayatkan sahabat tertentu.
  2. Mudah untuk mengetahui hadis-hadis oleh sahabat tertentu lengkap  dengan sanad dan matannya.
  3. Membuka jalan untuk periwayatan matan yang sama.
Adapun diantara kelemahan metode ini adalah ;
1        Metode ini tidak dapat digunakan dengan baik tanpa mengetahui  perawi pertama hadis. 
2        Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan sahabat tertentu dengan hadisnya, terutama pada kitab-kitab yang tidak tersusun secara urutan alief, ba, ta dstnya
3        Masing-masing sahabat meriwayatkan hadis yang tidak sedikit jumlahnya, sehingga memerlukan waktu yang relatif lama untuk menemukan sebuah hadis yang dibutuhkan.[19]
b. Metode takhrij melalui lafadz matan pertama hadis  
 Metode ini dipakai apabila permulaan lafal hadis-hadis itu dapat diketahui dengan tepat, sesuai dengan urutan huruf-huruf hujaiyah, alief, ba, ta dan seterusnya.misalnya, hadis yang berbunyi :( ﺒﻨﻲﺍﻹﺴﻼﻢﻋﻞﺨﻤﺱ  )
Langkah-langkah mencarinya sebagai berikut :  a). membuka bab “ba”, (), b). Mencari huruf kedua yaitu huruf “nun” (), c), selanjutnya mencari huruf “ya” (), dan seterusnya.
 Penggunaan metode ini memerlukan  tiga jenis kitab penunjang , anara lain ;
            ~ Kitab-kitab yang khusus memuat hadis-hadis yang terkenal dan beredar luas dimasyarakat dari mulut kemulut.\, seperti ;
·       Al Tazkiratu fi al Ahadis al musytaharah karya Muhammad Al Zarkasyi.
·       Al durar al Muntasirah  fi al-ahadis al Musytahirah karya Jalaluddin As Sayuti
·       Al Maqashid al Hasana fi Bayani Kasirin min  al Ahadis al Musytaharah karya Muhammad as Sakhrawi, dan lain-lainnya.
~  Kitab-kitab yang memuat hadis-hadis yang tersusun berdasarkan urutan huruf mu’jam (Alfabet), antara lainnya adaalah ;
·       Al Jami’ Al Shagir min Hadis al Basyir al Nazir karya imam suyuti
·       Al Ziyadah ala’ al Jami’ al Shagir, juga karya imam sayuti.
·       Al Fathu Al Kabir fi Zammi Al Ziyadah ila’ jami’ al shagir, karya Yusuf An Nabhani, dan lain-lain
~ Kitab-kitab kunci yang disusun oleh para ulama untuk kitab-kitab tertentu atau daftar berupa indeks, seperti ;
·       Miftah al Shahibaini karya Muhammad Syarif al Tauqidi
·       Miftah at Tartib li Ahadisi Tarikhi al Khatib karya Sayyid Ahmad Al Magribi.
·       Miftahu Sunani Ibnu Majjah karya Abdu Al Baqi, dan lai-lainnya.
Kelebihan metode ini ialah bahwa hadis-hadis dapat ditelususri sumber aslinya, sanad dan matannya dengan lengkap, mudah dan cepat.
Kesulitan metode ini akan ditemukan apabila terdapat kelainnan lafaz pertama tersebut  meskipun ma’nanya sama.[20]
c. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadis
Metode ini tergantung pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik yang berupa isim, atau fi’il, pengarang kitab yang menggunakan metode ini lebih mengutamakan kata-kata yang agak asing, sebab semakin asing kata-kata  itu akan semakin mudah dalam mencari hadis yang diingini, contoh hadis yang berbunyi :
ﺍﻦﺍﻟﻨﺒﻲﺼﻠﻰﺍﷲﻋﻠﻴﻪﻭﺴﻟﻢﻨﻬﻰﻋﻦﻄﻌﺎﻢﺍﻠﻤﺘﺒﺎﺮﻴﻦ
Sekalipun kata-kata yang dipergunakan dalam pencariannya dalam hadis diatas cukup banyak, seperti  ﻨﻬﻰﻴﺄﻛﻞﻄﻌﺎﻡ akan tetapi sangat danjurkan mencarinya melalui kata yang berbunyi ; ﺍﻠﻤﺘﺒﺎﺮﻴﻦ kerena kata ini sangat jarang ada, menurut keterangan kata ini digunakan dalam kitab hadis yang sembilan hanya ada dua kali saja.
Metode ini hanya menggunakan satu kitab petunjuk saja, yaitu “ Al Mu’jam Al Mufahras Li Al Alfadz  Al Hadis An Nabawi “, kitab ini merupakan susunan sejumlah orientalis yang dipimpin oleh A.J Wensik, guru besar bahasa arab di Umiversitas leiden, Orang muslim yang ikut telibat dalam penyusunan kitab ini adalah Muhammad Fuad Abdul Baqi.
Kitab Mu’jam ini merupakan kamus untuk 9 kitab hadis, yaitu;
1.    Shahih Bukari, dengan kode “kha” () dengan mencantumkan tema dan nomor bab terdapatnya hadis.
2.    Shahih Muslim, dengan kode “mim” () serta mencantumkan tema dan nomor hadis
3.    Sunan Turmuzi dengan kode “ta” ()
4.    Sunan Abu Daud dengan kode “dal” ()
5.    Sunan Nasa’i dengan kode “nun” ()
6.    Sunan Ibnu Majah dengan kode “jah” (ﺠﻪ)
7.    Sunan Damiriy dengan kode “ tha” ()
8.    musnad Imam Ahmad dengan kode “ha” () serta mencantumkan nomor juz dan halaman terdapatnya
9.    Muwaththa Ima Malik.[21]
Langkah-langkah takhrij dengan kitab  al Mu’jam  ini adalah:  pertama,menentukan kata kunci untuk mencari dalam hadis, setelah itu kita kembalikan kata itu kepada bentuk kata dasarnya, kemudian kita mencarinya dalam kitab al-Mu’jam, menurut ururtannya dalam huruf hijaiyah. Setelah itu memperkenalkan sumber hadisnya, sebagai contoh sebuah hadis yang berbunyi :   ﻻﻴﺆﻤﻦﺃﺤﺪﻜﻡﺤﺘﻰﻴﺤﺐﻷﺧﻴﻪ ﻤﺎﻴﺤﺐ ﻠﻨﻔﺴﻪ
Kata kunci misalnya kita pakai “Yuhibba” (ﻴﺤﺐ) yang kata dasarnya yaitu           “ habba” (ﺤﺐ ), maka kata kunci itu ditemukan pada bab “ ha” (), bunyi takhrijnya sebagai berikut

     ٬ ٧  ﺍﻴﻤﻦ   ٬ ٧٢ ٬ ﺍﻴﻤﻦ٧١  : ﻠﻧﻔﺴﻪ ﺤﺘﻰﻴﺤﺐﻠﻨﻔﺴﻪﺃﻮﻘﺎﻞﻠﺠﺎﺮﻩﻤﺎﻴﺤﺏ
قيامه ٥٩ ‘ن ايمان ‘١٩ ‘٣٣ ‘جه مقدمه ٩‘الجناءز  ١ ‘د ي اﺴﺗﺌﺬﺍﻦ ٥ ‘رقاق ٢٩ ‘
 حم  ١، ٠٢٨٩٬٢٨٧٬٢٧٢٬٢٥١٬٢٠٦٬١٧٦٬٧٩٬٣
Imam Muslim meriwayatkan hadis itu dalam shahihnya dan ditempatkan pada tema “al Iman”, dengan nomor hadis 71 dan 73. Imam Bukhari menyetakan hadis itu dalam shahihnya pada tema yang sama nomor bab 7, Imam Turmuzi meriwayatkan dalam sunannya pada tema “al Qiyamah”, nomor bab 59, dan Imam Nasa’i meriwayatkan hadis itu dalam pada tema “al Iman”, nomor bab 19 dan 33, Imam Ibnu Majah meriwayatkan dalam muqaddimah sunannya bab 9  pada tema “al Janaiz”, al Darimi “al Isti’zan”, bab 5, dan pada tema “al Riqaq”, bab 29, sedangkan Imam Ahmad bin Hambal meriwayatkan dalam musnadnya.[22]
Kelebihan metode takhrij melalui kata-kata  dalam hadis adalah :
  1. Dapat mempercepat pencarian hadis dalam suatu kitab
  2. Penyusun membatasi hadis-hadisnya dalam beberapa kitab induk dengan menyebuctkan nama-nama kitab, juz, bab dan nomor halaman.
  3. Memungkinkan pencarian hadis-hadis dengan kata-kata apa saja yang terdapat dalam matan hadis.
Kekurangan metode ini adalah :
  1. Pencari hadis melalui metode ini memiliki kemampuan berbahasa arab yang memadai, kerena pencarian kata kunci dalam matan hadis harus diketahui kata dasarnya
  2. Kitab yang menggunakan metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat, untuk mengetahuinya harus kembali kekitab aslinya.
  3. Kata kunci yang dipilih terkadang tidak ditemukan sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata kunci yang lain pada matan hadis yang akan di-takhri.[23]

d,  Metode Takhrij Melalui Pengetahuan Tema Hadis
Metode ini bersandar pada pengenalan tema-tema hadis, dan akan mudah digunakan oleh orang-orang yang sudah biasa dan ahli dalam hadis, setelah mengetahui tema hadis yang akan ditakhrij, lalu mencarinya pada kitab-kitab yang dapat dipakai untuk ini, dan sebaliknya bagi mereka yang tidak mengetahui tentang hadis akan sulit menggunakan metode ini, kerena itu yang dituntut dalam metode ini adalah kemampuan menentukan tema atau salah satu tema suatu hadis yang akan ditakhrijkan.baru kemudian kita membuka kitab hadis pada bab dan kitab yang mengandung tema tersebut.
Kitab-kitab yang digunakan dalam metode ini adalah kitab-kitab yang disusun secara sistematis  dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu;
  1. Kitab-kitab yang beriisi seluruh tema-tema agama yaitu kitab al Jawami’seperti ; Shahih Al bukhari, Shahih muslim, mustakhraj al Ismaili dan lain-lain.
  2. Kitab-kitab yang berisi sebagian banyak tema-tema agama, seperti ; Sunan Abi Daud, Muwaththa Imam malik, dan lain-lain.
  3. Kitab-kitab yang memuat satu asfek dari tema-tema agama, yaitukitab-kitab hadis yang berkaitan dengan hukum saja. Akhlak saja dan sebagainya, seperti : Al Ahkam bagi Abdul Ghani al Maqdisi, Kitab Akhlak An Nabi bagi Abdullah al Ashbahani.
Kebaikan metode ini antara lain;
  1. Tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan lain, seperti pada metode-metode sebelumnya yang diperlukan pada metode ini hanya pengetahuan akan kandungan hadis.
  2. Memiliki ketajaman pemahaman dan tema hadis.
  3. Dapat memperkenalkan kepada peneliti maksud hadis yang dicarinya dan hadis-hadis yang senada dengannya,
Kekurangan metode ini antara lain.
  1. Seorang peneliti hadis terkadang menemukan kesulitan dalam menentukan tema suatu hadis, sehingga menjadi penghalang baginya untuk menggunakan metode ini.
  2. Sangat mungkin pemahaman penyusun kitab itu berbeda dengan pencari hadis tentang tema suatu hadis.

e. Metode Takhrij Melalui Pengetahuan Tentang Status Hadis.
Metode ini sangat memperhatikan hal ihwal hadis dan sifat-sifatnya yang terdapat dalam sanad dan matannya, dengan mengetahui hal ihwal hadis itu akan dapat ditentukan  status hadisnya, apakah hadis itu tergolong ; hadis mursal, hadis masyhur, hadis mutawatir, hadis maudu’, hadis qudsi dan lain-lain.
Dalam metode ini yang pertama diperhatikan adalah keadaan sifat yang ada pada matan, kemudian yang ada pada sanad selanjutnya yang ada pada kedua-duanya.
1. Matan.
            Apabila matan hadis itu nampak ada tanda-tanda kemaudhu’an baik kerena rendahnya bahasa atau secara jelas bertentangan denga nash Al Qur’an yang shahih, maka cara yang paling mudah untuk mengetahui  asal hadis itu adalah mencari dalam kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis  maudhu’,  kitab semacam  ini adalah yang disusun secara alfabetis, antara lain ; Al mashnu’ fi Ma’rifah al Hadis al Maudhu’, bagi al Harawi, ada pula yang secara tematis seperti ; Al Tanzih al syari’ah al ma’rufah al ahaadis al syafiah al maudhu’ah bagi al Kanani .
Apabila hadiss yang ditakhrij itu temasuk hadis qudsi maka sumber yang paling mudah untuk mencarinya adalah kitab yang mengumpulkan hadis-hadis qudsi secara tersendiri, seperti Misykah al anwar fima ruwiya ‘an Allah Swt min Al akhbar bagi ibnu Arabi, kitab ini mengumpulkan 101 hadis lengkap dengan sanadnya.
2. Sanad
Apabila dalam sanad suatu hadis.ada ciri tertentu, misalnya isnad itu  mursal maka hadis itu dicari dalam kitab-kitab mursal seperti; Al Marasil bagi Abdul Rahman Ar Razi, atau mungkin ada serorang perawi yang lemah dalam sanadnya maka dapat dicari dalam kitab Mizan al I’tidal bagi Al Zahabi.
3. Matan dan Sanad.
Apabila ada terdapat beberapa sifat dan keadaan yang kadang-kadang terdapat pada matan dan kadang-kadang pada sanadnya, misalnya ada illat (cacat), atau ibham (samar-samar), maka untuk mencari hadis semacam itu adalah pada  kitab :
~ ‘Ila Al Hadis, bagi Ibn Abi Hatim Al Razi
~ Al Mustafad min MubhamatAl Matan wa Al Isnad bagi Ali Abi Zar’ah Al  Iraqi.
Kebaikan metode ini adalah dapat mempermudan proses takhrij, kerena sebagian besar haids-hadis yang dimuat dalam suatu  karya tulis berdasarkan kepada sifat-sifat hadis ini jumlahnya sedikit, sehingga tidak memerlukan pemikiran yang rumit dan luas.
Adapun kekurangan metode ini  adalah cakupannya  sangat tebatas, tentunya hadis-hadis yang termuat dalam kitab-kitab juga sangat sedikit, seperti Al Marasil karya Abu Daud hanya memuat 300 hadis, padahal kitab Al Jami’ Kabir karangan As Sayuti memuat lebih dari 46.000 hadis.

3.  Penutup
Dari uraian makalah tersebut diatas dapat dimbil kesimpulan bahwa
  1. Hadis merupakan sumber hukum yang kedua sesudah Al Qur’an, dan fungsinya selain sebagai sumber hukum juga sebagai penafsir ayat-ayat Al Qur’an maka sangat-sangat perlu kehati-hatian dalam menggunakannya dalam menetapkan suatu hukum.
  2. Dikalangan para ahli hadis ada beberapa cara mentakhrij hadis yang biasa digunakan yang antara lain adalah ;
    1. Takhrij melalui pengetahuan tentang nama sahabat  perawi  hadis
    2. Takhrij melalui lafadz matan pertama hadis 
    3. Melalui kata-kata dalam matan hadis
    4. Takhrij melalui pengetahuan tema hadis
    5. Takhrij melalui pengetahuan tentang statuds hadis
 3,   Setiap satu dari metode-metode takhrij yang tersebut mempunyai kelebihan-
      kelebihan dan kekurangan-kekurangannya masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

A.W. Al Munawwir, kamus arab Indonesia, Pustaka Progressif, surabaya 1984, [1] Mahmud At Thahan, Ushulul at takhriij wa diraasatul asaaid, maktabah al ma’arif, riyadh,
Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-lugah wa al a’lam, Dar al masyriq, beirut. 1986.
Abdullah Karim, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, CV haga Jaya Offset, Banjarasin, 2005,
Said Agil Husin Al Munawwar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, PT Ciputat Press, 2005
 
M. Agus Solahudin, M. Ag dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag. Ulul Hadis. Bandung Pustaka Setia, 2009

M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Bulan Bintang Jakarta, 1982, cet I,
Muhaimin, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Fajar Interpratama offset,jakarta, 2005,
Abdul Hadi Abu Muhammad bin Abdul Qadir, Turuqu takhrij hadits Rasulullah SAW,  Dar Al Istihsan,      Mesir, 1977.

Mifdhol Abdurrahman, Terjamahan Mabahis Fi Ulumul Hadis karya Syaikh Manna’ al Qaththan, Pustaka Alkausar, Jakarta, 2005


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

u
m
l
I
i
r
a
c
n
e
P
a
r
a
P
g
n
a
t
a
D
t
a
m
a
l
e
S