1. Pendahuluan
Hadis Rasulullah SAW, adalah merupakan sumber ajaran Islam yang sangat penting sesudah Al
qur’an, ia bukan saja merupakan ungkapan-ungkapan, pesan-pesan serat tindakan-tindakan
yang lahir dari seorang nabi dan rasul, tapi ia juga merupakan penjelas
terhadap isi kandungan sumber hukum Islam yang pertama yaitu Al qur’an yang
masih bersifat universal dan global.
Sebagai penjelas dan penerang isi kandungan Al qur’an, keberadaan hadis
mempunyai peranan yang sangat penting,
terutama dalam menjelaskan tata cara pelaksanaan ibadah secara terperinci,
seperti shalat, zakat, puasa, haji dan lain-lainnya, akan tetapi tidak semua
hadis yang berkaitan dengan ayat-ayat tertentu dapat dijadikan sebagai
penjelasnya, kerena ditemukan tidak sedikit hadis-hadis palsu yang sengaja
dimunculkan perawi-perawi yang tergolong pendusta dan berakhlak tidak terpuji,
maka dari itu, keberadaan hadis yang dapat dijadikan pegangan harus pasti
keakuratan dan keshahihan serta kemurniannya.
Penggunaan hadis yang tidak jelas asal usulnya dalam rangka menjelaskan atau menafsirkan ayat-ayat Al
qur’an akan melahirkan ketetapan-ketetapan hukum yang keliru, yang sudah pasti
akan membawa dampak negatrif dalam kehidupan ummat, kerena besar kemungkinan
ketetapan hukum itu tidak sesuai dengan
kehendak Allah yang sebenarnya.
Sebagai tindakan antisipatif para ulama hadis telah berhasil menghimpun dan
menyusun berbagai macam bentuk
kitab-kitab hadis dan berusaha menemukan hadis-hadis yang murni dari Rasulullah
SAW, melalui sanad-sanad (rangkayan para
periwayat) yang adil dan terpercaya, Proses dengan cara-cara tertentu
untuk menemukan hadis-hadis yang
menggunakan kitab-kitab hadis yang bermacam-macam itu disebut dengan istilah “takhrij
hadits” melalui car-cara Takhrij Al Hadits ini, akan
ditemukan hadis-hadis dalam berbagai
macam tingkat kualitas dan bentuknya, sesuai dengan kebutuhan.
Untuk itu, bagian ini akan mencoba
menyampaikan beberapa aspek penting yang berkaitan dengan Takhrij Al-Hadis.
2. METODE TAKHRIJ
Dalam uraian ini akan kita bahas tentang hal-hal yang berkenaan dengan takhrij,
yang antara lain adalah;
a. Pengertian.
Kata Takhrij adalah bentuk
masdar dari kata kharraja, yukharriju, takhriijan. Kata ini merupakan bentuk imbuhan yang menurut
bahasa berarti keluar, dari kata kerja ini diberi tambahan menjadi Akhraja
(timbangan bunyi : ﺃﻔﻌﻝ ) dan kharraja (
timbangan bunyi : ﻔﻌﻝ ). Kedua kata yang telah diberi tambahan atau imbuhan
itu akan membawa perubahan arti dari keluar menjadi mengeluarkan.[1]
Kedua kata itu dapat dipakai secara
sinonim. selain itu kata takhrij menurut
bahasa juga berarti “اجتماع امرين فى شيئ
واحد / ijtimaul amraini fi syai in waahidin” yang
artinya; bertemu dua hal yang bertentangan pada sesuatu yang satu.[2]
Selain itu takhrij juga berarti : 1. Al-Istinbat
(mengeluarkan), 2. At Tadrib (melatih atau membiasakan), 3. al-Taujih
(memperhadapkan).[3]
Menurut kamus al-munjid fi al-lugah, kata
takhrij berarti menjadikan sesuatu keluar dari tempatnya, menjelaskan masalah,
mengetahui tempat keluar sesuatu.[4]
Sedangkan takhrij menurut istilah para ahli
hadis adalah :
1. Mahmud At Thahan, takhrij adalah
ﺍﻠﺪﻻﻠﺔﻋﻝﻤﻮﻀﻊﺍﻠﺤﺪﻴﺚﻔﻰﻤﺼﺎﺪﺮﻩﺍﻷﺼﻠﻴﺔﺍﻠﺘﻰﺃﺨﺮﺟﺘﻪﺒﺴﻨﺪﻩ ﺜﻢﺑﻴﺎﻦﻤﺮﺘﺒﺘﻪﻋﻨﺪﺍﻟﺤﺎﺠﺔ
Takhrij
adalah petunjuk jalan ketempat letak hadis pada sumber-sumber yang orisinil
takhrijnya berikur sanadnya kemudian menjelaskan martabat hadis bila perlu.[5]
2. ibnu Ash-Shalah,
takhrij adalah sama dengan ikhraj, yaitu menjelaskan asal-usul dan tempat
keluar hadis kepada masyarakan dengan jalan menyebutkan orang-orang yang telah
meriwayatkan hadis tersebut keluar atau
diterima oleh mukharrijnya.[6]
3. T.M.
Hasbi Ash Shiddieqy, Takhrij adalah mengeluarkan hadis-hadis yang terdapat
dalam sebagian kitab menukilkan hadis
tersebut tanpa menerangkan nilai-nilai hadis itu. Selanjutnya takhrij itu dapat
pula berarti nilai-nilai hadis yang populer dimasyarakat, apakah ia shahih, hasan
atau dha’if.[7]
Dan menurut ahli hadis yang lain
defenisikan takhrij adalah :
- Takhrij berarti sama dengan ikhraj, yaitu mengemukakan hadis kepada orang lain dengan menyebutkan
tempat pengambilannya, misalnya ; hadis itu ditakhrij oleh bukhari,
artinya bukhari meriwayatkan suatu hadis dengan menyebutkan tempat
keluarnya.
- Takhrij berarti mengeluarkan hadis dan meriwayatkannya dari isi
kitab-kitab. Artinya ahli hadis mengeluarkan hadis dari
guru-gurunya atau kitab-kitab dan lain sebagainya, lalu dikatakan dari
periwayatan dirinya, atau dari sebaian gurunya, dari teman-temannya atau dari yang lain, contohnya : seorang
muhadis mengeluarkan hadis-hadis
dari kitab-kitab hadis, kemudian disusun redaksi kalimat dengan susunan
sendiri, susunan gurunya, atau teman-temannya, kemudian hadis-hadis itu
dibicarakan lalu disandarkan kepada penyusun atau pengarangnya.
- Takhrij berarti ad-dalalah, artinya
menunjukkan sumber asli suatu hadis
serta menyebutkan orang yang meriwayatkannya.[8]
Dari beberapa defenisi tersebut diatas dapat
disimpukan bahwa takhrij itu adalah :
1. Menunjukkan letak hadis dalam sumber-sumber
aslinya.
2. Menerangkan ragkaian sanad, dan
Adapun pengertian takhrij yang digunakan untuk maksud penelitian adalah “ penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai
kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang didalam sumber itu
dikemukakan sacara lengkap matan dan
sanad hadis yang bersangkutan
”. [10]
b.
Tujuan dan Faedah takhrij
Ilmu takhrij merupakan
bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena
didalamnya dibicarakan berbagai kaedah agar sumber dan kualitas
hadis dapat diketahui dengan baik dan benar.
Takhrij hadis bertujuan antara
;lain;
- Sumber
asal hadis yang ditakhrij
- Mengetahui
ditolak atau diterimanya hadis tersebut
- Dapat
diketahui mana hadis-hadis yang
pengutipannya memperhatikan kaedah-kaedahulumul hadis yang berlaku.
Faedah
takhrijul hadis
1.
dapat
diketahui banyak sedikitnya jalur periwayatan hadis yang diteliti
2.
diketahui
kuat dan tidaknya periwayatan akan dapat menambah kekuatan riwayat, dan
sebaliknya
3.
dapat
ditemukan status hadis shahih li dzatti,
atau shahih li ghairih, hasan li dzatih atau hasan li ghairih, dan dapat pula
diketahui istilah hadis mutawatir, masyhur, aziz, dan gharibnya.
4.
Memberikan
kemudahan bagi orang yang ingin mengamalkan hadis tersebut setelah
mengetahuinya maqbul atau mardud
5.
Menguatkan keyakinan bahwa hadis yang diteliti itu
benar-benar berasal dari Rasulullah Saw, karena adanya bukti kuat baik dari segi matan maupun dari segi sanad.[11]
c.
Sebab-sebab Perlunya Kegiatan Takhrij Al Hadis
Bagi seorang peneliti hadis, kegiatan takhrijul hadis sangatlah penting,
tanpa dilakukan kegiatan takhrijul hadis lebih dahulu, maka akan sulit
mengetahui asal –usul riwayat hadis yang akan diteliti. Berbagai riwayat yang
telah meriwayatkan hadis itu, dan ada atau tidak adanya korroborasi (syahid
atau mutabi’ ) dalam sanad bagi hadis yang akan diteliti, dengan demikian
minimal ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrijul hadis dalam
melaksanakan penelitian hadis, ketiga hal tersebut adalah :
- Untuk mengetahui asal-usul hadis yang akan diteliti
Suatu hadits akan sangat sulit diteliti
status dan kualitasnya bila terlebih dahulu tidak diketahui asal-usulnya, tanpa diketahui asal-usulnya
maka sanad dan matan hadis yang bersangkutan sangat sulit diteliti secara
cermat, untuk mengetahui bagaimana asal-usul hadis yang akan diteliti itu, maka
kegiatan takhrij ini sangat perlu dilakukan terlebih dahulu.
2. Untuk
mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti
Hadis yang aakan diteliti mungkin memiliki lebih dari satu sanad, mungkin
saja salah satu sanad hadis itu berkualitas daif, sedangkan yang lain
berkualitas sahih, untuk dapat menentukan sanad yang berkualitas da’if dan
sanad yang berkualitas sahih, mka terlebih dahulu harus diketahui seluruh
riwayat hadis yang bersangkutan, dalam hubungannya dengan mengetahui seluruh
riwayat hadis yang akan diteliti maka kegiatan takhrij perlu dilakukan.
3. Untuk
mengetahui ada atau tidak adanya syahid atau mutabi’pada sanad yang
diteliti.
Ketika hadis deteliti salah satu sanadnya, mungkin ada periwayat lain yang
sanadnya mendukung pada sanad yang
sedang diteliti, dukungan (coroboration) itu bila terletak pada periwayat
pertama, yakni tingkat sahabat nabi, disebut dengan syahid, sedang bila
terdapat dibagian bukan periwayat tingkat sahabat disebut mutabi’. Dalam
penelitian sebuah sanad, syahid yang didukung oleh sanad kuat dapat memperkuat
sanad yang sedang diteliti, begitu pula mutabi’ yang memiliki sanad yang kuat, maka
sanad yang sedang diteliti akan dapat ditingkatkan kekuatannya oleh mutabi’
tersebut, untuk mengetahui, apakah suatau sanad memiliki syahid atau mutabi’,
maka seluruh sanad hadis itu harus dikemukakan, itu berarti takhrijul hadis
harus dilakukan terlebih dahulu, tanpa kegiatan takhrijul hadis tidak dapat diketahui secara pasti seluruh
sanad untuk hadis yang sedang diteliti.[12]
d.
Sejarah Perkembangan Ilmu Takhrij Al hadis
Ilmu takhrij pada mulanya
hanyalah berupa tuturan kata-kata yang
belum tertulis menjadi sebuah kitab, para ulama dimasa lalu, dalam mengutip
hadis-hadisnya tidak pernah menjelaskan
dari mana hadis itu dikeluarkan
dan bagaimana kualitasnya, sedangkan menurut al-thahan, pada mulanya ilmu takhrij
tidak dibutuhkan oleh para ulama masa lalu seperti pada masa sahabat, kerena
penguasaan hadis mereka sangat kuat,
ulama ketika hendak membuktikan kemurnian dan keakuratan sebuah hadis pada masa itu langsung dapat
menjelaskan sumbernya dalam kitab-kitab sanad aslinya.[13]
Keadaan seperti itu berlangsung beberapa abad lamanya sampai terbatasna waktu
bagi para ulama dan peminat hadis untuk menelaah kitab-kitab sunnah, mereka
mengalami kesulitan untuk menetahui letak hadis yang dijadikan penguat dalam
menyusun kitab-kitab ilmu syari’ah dan lmu-ilmu lainnya seperti fiqh, tafsir,
sejarah dan lain-lain maka diantara mereka timbul semangat untuk saing membantu
untuk mentakhrij hadis-hadis dalam kitab-kitab sunnah yang asli, sehingga dapat
diketahui bahwa sebagian isi kitab itu ada yang shahih dan dha’if berdasarkan ketentuan yang berlaku, sejak
peristiwa itu mulailah muncul suatu ilmu yang disebut dengan takhrij al
hadis.
Ulama yang pertama melakukan takhrij
menurut sejarahnya adalah Al Katib Al Bagdadi (w, 463 H/1070 M),
kemudian Muhammad bin Musa al hazimi al
syafi’iy (w, 584 H/1188 M)dengan karyanya “ Takhrij alhadis al mahazzab “.
[14]
Langkah-langkah takhrij yang dilakukan
ulama hadis tahap awal ini baru sebatas mengisnadkan hadis, maksudnya
mereka meneliti dan bersikap sangat hait-hati dalam menrima suatu riwayat, memeriksa
salah benarnya suatu hadis yang diterima dari ahlinya, lalu mengkeritik
perawinya serta menerangkan perihal
mereka, baik kejujuran maupun kedustaannya, selanjutny membuat kaedah tahdis
dan ushulnya, syarat menerima atau menolak suatu riwayat, syarat hadis
yang tergolong maudhu’ .
Priode selanjutnya, sekitar abad ke (4-7 H/10-13 M) kegiatan takhrij berupa
perbaikan susunan ktab-kitan hadis yang sudah ada. Kitab-kitab jami’ tentang hadis sudah mulai disusun, demikian
pula kitab-kitab istidrak dan istikhraj, kemudian sekitar abad (8-11
H/14-16 M), muncul kitab-kitab takhrij yang sangat besar mamfaatnya dalam rangka mengeluarkan hadis-hadis dari sumber-sumber aslinya, kitab-kitab
tersebut antara lain adalah :
- Takhrij ahadis al mukhtasar al kabir, karangan ibnu
al hajib diususun oleh Muhammad bin
ahmad ‘abdu al Hadi al Maqsdisi (744 H/1330 M)
- Nasbu al rayah li ahadits al hidayah, karangan Al
Margnany disusun oleh Yusuf al zaila’i ( 762 H/1369 M)
- Takhrij ahdis al Kasysyaf , oleh al Zamakhsari disusun juga oleh Al Zaila’i
Dan lain-lain.[15]
Telah banyak kitab-kitab Takhrij yang disusun oleh para ulama-ulama hadis, yang walaupun masih ada
terdapat kitab-kitab yang belum memberikan petunjuk-petunjuk secara sistematis
bagaimana cara melakukan praktik takhrij, namun pada abad terahir ini
telah muncul kitab-kitab takhrij yang berhasil disusun oleh para ahli hadis
yang tergolong sistematis, seperti kitab Ushul at takhrij wa dirasah al asanid, oleh DR Muhammad
At Thahan (1398 H/1978 M), kitab Turuq
takhrij hadits rasuli shalla Allahu
‘alaihi wa sallama,
oleh Abu Muhammad Abdul Mahdi bin
Abdul Qadir bin Abdul Hadi (1408 H/ 1987
M) dan kitab-kitab takhrij lainnya.
e. Metode MetodeTakhrij Serta
Kelebihan dan Kekurangannya Masing-Masing
Dalam mentakhrij hadis ada beberapa metode yang telah dikemukakan oleh para
ahli hadis ;
1. Dr.M. Syuhudi Ismail menyebutkan
secara umum ada dua cara mentakhrij hadis yaitu :
a.
Takhrij Al Hadis bi Al-Alfaz, yakni upaya pencarian hadis-hadiis pada
kitab-kitab, dengan cara menelusuri matan hadis yang bersangkutan berdasarkan
lafal atau lafaz-lafaz dari hadis yang dicari.
b.
Takhrij Al Hadis bi Al Mawdhu’, yakni upaya mencari hadis pada
kitab-kitab hadis berdasarkan topik masalah yang dibahas oleh sejumlah matan
hadis, [16]
2. Prof.Dr.H Said Agil Husin Al Munawwar,M.A,[17]
dalam buku beliau Al-Qur’an Membangun
Tradisi Kesalehan Hakiki, dan Prof. Dr. Muhaimin, MA[18].mengutip
dari pendapat Dr Mahmud At Thahan, dalam buku Ushul al-Takhrij Wa
Dirasat Al Asanid, menyebutkan untuk melakukan takhrij dapat ditempuh
dengan salah satu metode dari lima metode berikut ini;
a. Metode Takhrij Melalui Pengetahuan
Tentang Nama Sahabat Perawi Hadis
Metode ini hanya digunakan bilamana nama sahabat itu tercantum pada hadis
yang akan ditakhrij , apabila nama sahabat tersebut tidak tercantum dalam hadis
itu dan tidak dapat diusahakan untuk mengetahuinya, maka sudah barang tentu
metode ini tidak dapat digunakan.
Apabila nama sahabat tercantum pada hadis tersebut, atau tidak tercantum
tetapi dapat diusahakan dengan cara tertentu, , maka metode ini dapat
digunakan.
Kitab-kitab yang membantu dalam
penggunaan metode ini, ada tiga macam, yaitu ;
1. Kitab-kitab Musnad.
2. Kitab-kitab Mu’jam dan
3. Kitab-kitab athraf
~ Kitab Musnad, adalah kitab-kitab
yang disusun berdasarkan urutan nama-nama
sahabat, sesuai dengan kedahuluannya masuk Islam atau nasabnya, dalam
kitab ini hadis-hadis para sahabat dikumpulkan secara tersendiri.
Kitab-kitab musnad yang ditulis oleh para ahli hadis jumlahnya sangat
banyak sekali, menurut al thahan jumlahnya mencapai 100 kitab musnad atau
lebih, diantaranya;
·
Musnad ahmad ibnu hambal
·
Musnad Abu Bakar Abdullah ibnu Zubair al Humaidi
·
Musnad abu Daud Sulaiman bin Daud al Tayalisi
·
Musnad Nu’aim bin Hamad, dan lain-lain.
~ Kitab Mu’jam ialah kitab yang
didalamnya tersusun hadis-hadis musnad- sahabat, guru-gurunya, negeri dan
seterusnya, dan nama-nama itu biasanya disusun secara alfabet, diatara
kitab-kitab mu’jam yang terkenal;
·
Al Mu’jam al kabir karya Abu al Qasim Sulaiman bin Ahmad At Tabrani, yang didalamnya memuat 60.000 hadis
·
Al Mu’jam Al Ausath juga karya Abu
Qasim Sulaiman bin Ahmad At Thabrani, yang didalamnya memuat 30.000 hadis.
·
Al Mu’jam Al Shaghir juga karya Abu Qaism.
·
Mu’jam Al Shahabah karya Ahmad bin Ali al Hamdani
·
Mu’jam Al Shahabah karya Abu Ya’la. Dan lain-lain
~Kitab Al Atraf, adalah kitab hadis
dimana penyusunnya membatasi diri hanya menyebutkan permulaan hadis untuk
mengidintifikasikan bunyi selanjutnya, sistimatika kitab biasanya mengikuti
musnad sahabat, secara alfabet. Dimulai dari hadis-hadis sahabat yang diawali
namanya dengan alif kemudian ba dan seterusnya. Kitab-kitab ini yang terkenal
diantaranya adalah ;
·
Atraf Al Shahibain karya Abu Mas’ud Ib rahim ibnu Muhammad ad
Dimasyqi
·
Atraf al Shahibain, karya Abu Muhammad khalaf bin Muhammad al Wasiti
·
Al Israf ‘Ala Ma’rifah al Atraf, karya Abu Qasim ‘Ali bin Al Hasan yang disebut ibnu
asakir al dimasyqi.
·
Tuhfah Al Asrafbi Ma’rifati al al atraf /Atraf al Kutub al sittah, karya Abu Hajjaj Yusuf ‘Abdu Al rahmah Al Mizi. Dan lain-lain.
Kelebihan metode ini antara lain adalah;
- mudah menghafal dan mengingat hadis-hadis yang diriwayatkan sahabat tertentu.
- Mudah untuk mengetahui hadis-hadis oleh sahabat tertentu
lengkap dengan sanad dan matannya.
- Membuka jalan untuk periwayatan matan yang sama.
Adapun diantara kelemahan metode ini adalah ;
1
Metode ini tidak dapat digunakan dengan baik tanpa
mengetahui perawi pertama hadis.
2
Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan sahabat
tertentu dengan hadisnya, terutama pada kitab-kitab yang tidak tersusun secara
urutan alief, ba, ta dstnya
3
Masing-masing sahabat meriwayatkan hadis yang tidak
sedikit jumlahnya, sehingga memerlukan waktu yang relatif lama untuk menemukan
sebuah hadis yang dibutuhkan.[19]
b. Metode takhrij melalui lafadz matan
pertama hadis
Metode ini dipakai apabila permulaan
lafal hadis-hadis itu dapat diketahui dengan tepat, sesuai dengan urutan
huruf-huruf hujaiyah, alief, ba, ta dan seterusnya.misalnya, hadis yang
berbunyi :( ﺒﻨﻲﺍﻹﺴﻼﻢﻋﻞﺨﻤﺱ )
Langkah-langkah mencarinya sebagai berikut : a). membuka bab “ba”, (ﺐ), b). Mencari huruf kedua yaitu
huruf “nun” (ﻦ),
c), selanjutnya mencari huruf “ya” (ﻱ), dan seterusnya.
Penggunaan metode ini memerlukan tiga jenis kitab penunjang , anara lain ;
~ Kitab-kitab yang khusus memuat hadis-hadis yang terkenal
dan beredar luas dimasyarakat dari mulut kemulut.\, seperti ;
·
Al Tazkiratu fi al Ahadis al musytaharah karya Muhammad Al Zarkasyi.
·
Al durar al Muntasirah fi al-ahadis
al Musytahirah karya Jalaluddin As Sayuti
·
Al Maqashid al Hasana fi Bayani Kasirin min
al Ahadis al Musytaharah karya Muhammad as Sakhrawi, dan lain-lainnya.
~ Kitab-kitab yang
memuat hadis-hadis yang tersusun berdasarkan urutan huruf mu’jam (Alfabet),
antara lainnya adaalah ;
·
Al Jami’ Al Shagir min Hadis al Basyir al Nazir karya imam suyuti
·
Al Ziyadah ala’ al Jami’ al Shagir, juga karya imam sayuti.
·
Al Fathu Al Kabir fi Zammi Al Ziyadah ila’ jami’ al shagir, karya Yusuf An Nabhani, dan lain-lain
~ Kitab-kitab kunci yang disusun oleh para ulama untuk
kitab-kitab tertentu atau daftar berupa indeks, seperti ;
·
Miftah al Shahibaini karya Muhammad Syarif al Tauqidi
·
Miftah at Tartib li Ahadisi Tarikhi al Khatib karya Sayyid Ahmad Al Magribi.
·
Miftahu Sunani Ibnu Majjah karya Abdu Al Baqi, dan lai-lainnya.
Kelebihan metode ini
ialah bahwa hadis-hadis dapat ditelususri sumber aslinya, sanad dan matannya
dengan lengkap, mudah dan cepat.
Kesulitan metode ini akan ditemukan
apabila terdapat kelainnan lafaz pertama tersebut meskipun ma’nanya sama.[20]
c. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan
Hadis
Metode ini tergantung pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik
yang berupa isim, atau fi’il, pengarang kitab yang menggunakan metode ini lebih
mengutamakan kata-kata yang agak asing,
sebab semakin asing kata-kata itu akan
semakin mudah dalam mencari hadis yang diingini, contoh hadis yang berbunyi :
ﺍﻦﺍﻟﻨﺒﻲﺼﻠﻰﺍﷲﻋﻠﻴﻪﻭﺴﻟﻢﻨﻬﻰﻋﻦﻄﻌﺎﻢﺍﻠﻤﺘﺒﺎﺮﻴﻦ
Sekalipun kata-kata yang dipergunakan dalam pencariannya dalam hadis diatas
cukup banyak, seperti ﻨﻬﻰﻴﺄﻛﻞﻄﻌﺎﻡ akan tetapi sangat
danjurkan mencarinya melalui kata yang berbunyi ; ﺍﻠﻤﺘﺒﺎﺮﻴﻦ kerena kata ini
sangat jarang ada, menurut keterangan kata ini digunakan dalam kitab hadis yang
sembilan hanya ada dua kali saja.
Metode ini hanya menggunakan satu kitab petunjuk saja, yaitu “ Al Mu’jam Al Mufahras Li Al Alfadz Al Hadis An Nabawi “, kitab ini merupakan
susunan sejumlah orientalis yang dipimpin oleh A.J Wensik, guru besar bahasa
arab di Umiversitas leiden, Orang muslim yang ikut telibat dalam penyusunan
kitab ini adalah Muhammad Fuad Abdul Baqi.
Kitab Mu’jam ini merupakan kamus untuk 9 kitab hadis, yaitu;
1. Shahih Bukari, dengan kode “kha” (ﺥ) dengan mencantumkan tema
dan nomor bab terdapatnya hadis.
2. Shahih Muslim, dengan kode “mim” (ﻡ) serta mencantumkan tema
dan nomor hadis
3. Sunan Turmuzi dengan kode “ta” (ﺕ)
4. Sunan Abu Daud dengan kode “dal” (ﺪ)
5. Sunan Nasa’i dengan kode “nun” (ﻦ)
6. Sunan Ibnu Majah dengan kode “jah” (ﺠﻪ)
7. Sunan Damiriy dengan kode “ tha” (ﻄ)
8. musnad Imam Ahmad dengan kode “ha” (ﺡ) serta mencantumkan nomor
juz dan halaman terdapatnya
9. Muwaththa Ima Malik.[21]
Langkah-langkah takhrij dengan kitab
al Mu’jam ini adalah: pertama,menentukan kata kunci untuk mencari
dalam hadis, setelah itu kita kembalikan kata itu kepada bentuk kata dasarnya,
kemudian kita mencarinya dalam kitab al-Mu’jam, menurut ururtannya dalam huruf
hijaiyah. Setelah itu memperkenalkan sumber hadisnya, sebagai contoh sebuah
hadis yang berbunyi : ﻻﻴﺆﻤﻦﺃﺤﺪﻜﻡﺤﺘﻰﻴﺤﺐﻷﺧﻴﻪ
ﻤﺎﻴﺤﺐ ﻠﻨﻔﺴﻪ
Kata
kunci misalnya kita pakai “Yuhibba” (ﻴﺤﺐ) yang kata dasarnya
yaitu “ habba” (ﺤﺐ ), maka kata kunci itu ditemukan pada bab “ ha” (ﺤ), bunyi takhrijnya sebagai berikut
ﺖ ٬ ٧ ﺍﻴﻤﻦ ﺥ ٬ ٧٢ ٬ ﺍﻴﻤﻦ٧١ ﻢ: ﻠﻧﻔﺴﻪ ﺤﺘﻰﻴﺤﺐﻠﻨﻔﺴﻪﺃﻮﻘﺎﻞﻠﺠﺎﺮﻩﻤﺎﻴﺤﺏ
قيامه ٥٩ ‘ن ايمان ‘١٩ ‘٣٣ ‘جه مقدمه ٩‘الجناءز ١ ‘د ي اﺴﺗﺌﺬﺍﻦ ٥ ‘رقاق ٢٩ ‘
حم ١، ٠٢٨٩٬٢٨٧٬٢٧٢٬٢٥١٬٢٠٦٬١٧٦٬٧٩٬٣
Imam Muslim meriwayatkan hadis itu dalam shahihnya dan ditempatkan pada
tema “al Iman”, dengan nomor hadis 71 dan 73. Imam Bukhari menyetakan hadis itu
dalam shahihnya pada tema yang sama nomor bab 7, Imam Turmuzi meriwayatkan
dalam sunannya pada tema “al Qiyamah”, nomor bab 59, dan Imam Nasa’i
meriwayatkan hadis itu dalam pada tema “al Iman”, nomor bab 19 dan 33, Imam
Ibnu Majah meriwayatkan dalam muqaddimah sunannya bab 9 pada tema “al Janaiz”, al Darimi “al
Isti’zan”, bab 5, dan pada tema “al Riqaq”, bab 29, sedangkan Imam Ahmad bin
Hambal meriwayatkan dalam musnadnya.[22]
Kelebihan metode takhrij melalui kata-kata dalam hadis adalah :
- Dapat mempercepat pencarian hadis dalam suatu kitab
- Penyusun membatasi hadis-hadisnya dalam beberapa
kitab induk dengan menyebuctkan nama-nama kitab, juz, bab dan nomor
halaman.
- Memungkinkan pencarian hadis-hadis dengan kata-kata
apa saja yang terdapat dalam matan hadis.
Kekurangan metode ini adalah :
- Pencari hadis melalui metode ini memiliki kemampuan
berbahasa arab yang memadai, kerena pencarian kata kunci dalam matan hadis
harus diketahui kata dasarnya
- Kitab yang menggunakan metode ini tidak menyebutkan
perawi dari kalangan sahabat, untuk mengetahuinya harus kembali kekitab
aslinya.
- Kata kunci yang dipilih terkadang tidak ditemukan
sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata kunci yang lain pada
matan hadis yang akan di-takhri.[23]
d,
Metode Takhrij Melalui Pengetahuan Tema Hadis
Metode ini bersandar pada pengenalan tema-tema hadis, dan akan mudah
digunakan oleh orang-orang yang sudah biasa dan ahli dalam hadis, setelah
mengetahui tema hadis yang akan ditakhrij, lalu mencarinya pada
kitab-kitab yang dapat dipakai untuk ini, dan sebaliknya bagi mereka yang tidak
mengetahui tentang hadis akan sulit menggunakan metode ini, kerena itu yang
dituntut dalam metode ini adalah kemampuan menentukan tema atau salah satu tema
suatu hadis yang akan ditakhrijkan.baru kemudian kita membuka kitab hadis pada
bab dan kitab yang mengandung tema tersebut.
Kitab-kitab yang digunakan dalam metode ini adalah
kitab-kitab yang disusun secara sistematis
dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu;
- Kitab-kitab
yang beriisi seluruh tema-tema agama yaitu kitab al Jawami’seperti ; Shahih
Al bukhari, Shahih muslim, mustakhraj al Ismaili dan lain-lain.
- Kitab-kitab
yang berisi sebagian banyak tema-tema agama, seperti ; Sunan Abi Daud,
Muwaththa Imam malik, dan lain-lain.
- Kitab-kitab
yang memuat satu asfek dari tema-tema agama, yaitukitab-kitab hadis yang
berkaitan dengan hukum saja. Akhlak saja dan sebagainya, seperti : Al
Ahkam bagi Abdul Ghani al Maqdisi, Kitab Akhlak An Nabi bagi
Abdullah al Ashbahani.
Kebaikan metode ini antara lain;
- Tidak membutuhkan pengetahuan-pengetahuan lain,
seperti pada metode-metode sebelumnya yang diperlukan pada metode ini
hanya pengetahuan akan kandungan hadis.
- Memiliki ketajaman pemahaman dan tema hadis.
- Dapat memperkenalkan kepada peneliti maksud hadis
yang dicarinya dan hadis-hadis yang senada dengannya,
Kekurangan metode ini antara lain.
- Seorang peneliti hadis terkadang menemukan kesulitan
dalam menentukan tema suatu hadis, sehingga menjadi penghalang baginya
untuk menggunakan metode ini.
- Sangat mungkin pemahaman penyusun kitab itu berbeda
dengan pencari hadis tentang tema suatu hadis.
e. Metode Takhrij Melalui Pengetahuan Tentang
Status Hadis.
Metode ini sangat memperhatikan hal ihwal hadis dan sifat-sifatnya yang
terdapat dalam sanad dan matannya, dengan
mengetahui hal ihwal hadis itu akan dapat ditentukan status hadisnya, apakah hadis itu tergolong ;
hadis mursal, hadis masyhur, hadis mutawatir, hadis maudu’, hadis qudsi dan
lain-lain.
Dalam metode ini yang pertama diperhatikan adalah keadaan sifat yang ada
pada matan, kemudian yang ada pada sanad selanjutnya yang ada pada
kedua-duanya.
1.
Matan.
Apabila matan hadis itu nampak ada
tanda-tanda kemaudhu’an baik kerena rendahnya bahasa atau secara jelas
bertentangan denga nash Al Qur’an yang shahih, maka cara yang paling mudah
untuk mengetahui asal hadis itu adalah mencari
dalam kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis
maudhu’, kitab semacam ini adalah yang disusun secara alfabetis,
antara lain ; Al mashnu’ fi Ma’rifah al Hadis al
Maudhu’, bagi al Harawi, ada pula yang
secara tematis seperti ; Al Tanzih al syari’ah al ma’rufah al ahaadis al
syafiah al maudhu’ah bagi al Kanani .
Apabila hadiss yang ditakhrij itu temasuk hadis qudsi maka sumber yang
paling mudah untuk mencarinya adalah kitab yang mengumpulkan hadis-hadis qudsi
secara tersendiri, seperti Misykah al anwar fima
ruwiya ‘an Allah Swt min Al akhbar bagi ibnu
Arabi, kitab ini mengumpulkan 101 hadis lengkap dengan sanadnya.
2.
Sanad
Apabila dalam sanad suatu hadis.ada ciri tertentu, misalnya isnad itu mursal maka hadis itu dicari dalam kitab-kitab mursal seperti; Al Marasil bagi Abdul
Rahman Ar Razi, atau mungkin ada serorang perawi yang lemah dalam sanadnya maka
dapat dicari dalam kitab Mizan al I’tidal bagi Al Zahabi.
3.
Matan dan Sanad.
Apabila ada terdapat beberapa sifat dan keadaan yang kadang-kadang terdapat
pada matan dan kadang-kadang pada sanadnya, misalnya ada illat (cacat), atau
ibham (samar-samar), maka untuk mencari hadis semacam itu adalah
pada kitab :
~
‘Ila Al Hadis,
bagi Ibn Abi Hatim Al Razi
~ Al Mustafad min MubhamatAl Matan wa Al Isnad bagi Ali Abi Zar’ah
Al Iraqi.
Kebaikan metode ini
adalah dapat mempermudan proses takhrij, kerena sebagian besar haids-hadis yang
dimuat dalam suatu karya tulis berdasarkan
kepada sifat-sifat hadis ini jumlahnya sedikit, sehingga tidak memerlukan
pemikiran yang rumit dan luas.
Adapun kekurangan metode ini adalah cakupannya sangat tebatas, tentunya hadis-hadis yang
termuat dalam kitab-kitab juga sangat sedikit, seperti Al Marasil karya Abu Daud hanya memuat 300 hadis, padahal
kitab Al Jami’ Kabir karangan As Sayuti memuat lebih dari 46.000 hadis.
3.
Penutup
Dari uraian makalah tersebut diatas dapat dimbil kesimpulan bahwa
- Hadis merupakan sumber hukum yang kedua sesudah Al
Qur’an, dan fungsinya selain sebagai sumber hukum juga sebagai penafsir
ayat-ayat Al Qur’an maka sangat-sangat perlu kehati-hatian dalam menggunakannya
dalam menetapkan suatu hukum.
- Dikalangan para ahli hadis ada beberapa cara
mentakhrij hadis yang biasa digunakan yang antara lain adalah ;
- Takhrij melalui pengetahuan tentang nama
sahabat perawi hadis
- Takhrij melalui lafadz matan pertama hadis
- Melalui kata-kata dalam matan hadis
- Takhrij melalui pengetahuan tema hadis
- Takhrij melalui pengetahuan tentang statuds hadis
3, Setiap satu dari metode-metode takhrij yang tersebut
mempunyai kelebihan-
kelebihan dan kekurangan-kekurangannya
masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
A.W.
Al Munawwir, kamus arab Indonesia, Pustaka Progressif, surabaya 1984, [1]
Mahmud At Thahan, Ushulul at takhriij wa diraasatul asaaid, maktabah al
ma’arif, riyadh,
Louis Ma’luf, Al-Munjid fi al-lugah wa al a’lam,
Dar al masyriq, beirut. 1986.
Abdullah Karim, Membahas Ilmu-ilmu Hadis, CV haga
Jaya Offset, Banjarasin, 2005,
Said Agil Husin Al Munawwar, Al-Qur’an Membangun
Tradisi Kesalehan Hakiki, PT Ciputat Press, 2005
M.
Agus Solahudin, M. Ag dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag. Ulul Hadis. Bandung
Pustaka Setia, 2009
M.Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Bulan Bintang
Jakarta, 1982, cet I,
Muhaimin,
Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Fajar Interpratama offset,jakarta,
2005,
Abdul Hadi Abu Muhammad bin Abdul Qadir, Turuqu
takhrij hadits Rasulullah SAW, Dar
Al Istihsan, Mesir, 1977.
Mifdhol Abdurrahman, Terjamahan Mabahis Fi Ulumul
Hadis karya Syaikh Manna’ al Qaththan, Pustaka Alkausar, Jakarta, 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar